TINJAUAN YURIDIS IMPLEMENTASI PERATURAN DESA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG PERNIKAHAN DINI DI WILAYAH HUKUM KECAMATAN PAYUNG
DOI:
https://doi.org/10.58819/jurnallegalitas(jle).v1i01.48Kata Kunci:
Kata kunci : Pernikahan Dini, Perlindungan Anak dan Perempuan, Peraturan Desa Payung Nomor 3 Tahun 2022.Abstrak
Abstrak : Anak-anak adalah sumber daya yang paling berharga untuk keberlanjutan masa depan negara. Beberapa alasan masyarakat melegalkan pernikahan dini, yaitu: batas usia menikah (UU No. 1 Tahun 1974), pubertas, nafkah untuk meringankan beban keuangan keluarga, dan cita-cita menikah lebih awal. Pernikahan dini juga menimbulkan masalah sosial yaitu perceraian, stabilitas keluarga yang buruk, diskriminasi gender dan pola asuh yang buruk. Setiap orang berhak menikah dengan harapan terwujudnya perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang telah dewasa dalam umur, pikiran dan perbuatan. Namun, legalisasi pernikahan dini dengan alasan memenuhi syarat UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 merupakan persoalan yang sangat penting di Indonesia. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi ukuran usia perkawinan yang diperbolehkan, tetapi harus banyak diperhatikan dari segi kedewasaan, kedewasaan berpikir dan bertindak. Untuk menghindari perceraian terutama pada usia yang lebih muda ketika anak berusia kurang dari 16 tahun, pengadilan agama mengecualikan perkawinan karena alasan kehamilan, agama, ekonomi dan pendidikan.
Abstrak : Anak-anak adalah sumber daya yang paling berharga untuk keberlanjutan masa depan negara. Beberapa alasan masyarakat melegalkan pernikahan dini, yaitu: batas usia menikah (UU No. 1 Tahun 1974), pubertas, nafkah untuk meringankan beban keuangan keluarga, dan cita-cita menikah lebih awal. Pernikahan dini juga menimbulkan masalah sosial yaitu perceraian, stabilitas keluarga yang buruk, diskriminasi gender dan pola asuh yang buruk. Setiap orang berhak menikah dengan harapan terwujudnya perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang telah dewasa dalam umur, pikiran dan perbuatan. Namun, legalisasi pernikahan dini dengan alasan memenuhi syarat UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 merupakan persoalan yang sangat penting di Indonesia. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi ukuran usia perkawinan yang diperbolehkan, tetapi harus banyak diperhatikan dari segi kedewasaan, kedewasaan berpikir dan bertindak. Untuk menghindari perceraian terutama pada usia yang lebih muda ketika anak berusia kurang dari 16 tahun, pengadilan agama mengecualikan perkawinan karena alasan kehamilan, agama, ekonomi dan pendidikan.
Referensi
Buku
Asmin. 1986. Status Perkawinan Antar Agama Tinjauan dari UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.Jakarta: PT. Dian Rakyat
Dellyana. 1998. Perkawinan Pada Usia Muda. Jakarta.BulanBintang
Goode. J William.2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara
Rachman, Maman. 1993. Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian. Semarang: IKIP SemarangR.
Wiryono Prodjodikoro. 1974. Hukum Perkawinan Di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung
Retno Wulan Sutanto. 1979. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta. Rineka Cipta.
Jurnal
Hariansah, Syafri Analisis Implementasi Nilai-Nilai Budaya Hukum Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara: Studi Kritis Pendekatan Masyarakat, Budaya Dan Hukum. krtha bhayangkara 2022, 16, 121-130
Undang-Undang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang tomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Peraturan Desa
Peraturan Desa Payung Nomor 3 Tahun 2022
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2023 Jurnal Legalitas (JLE)
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.